Selasa, 29 Januari 2008
`Mikul dhuwur` untuk `mendhem jero`
MANTAN Presiden Soeharto mengajukan permintaan maaf bila ada kesalahan dan kekurangan selama memimpin bangsa Indonesia. "Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan meminta maaf bila ada kesalahan dan kekurangannya. Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 45-nya," demikian tulisan tangan Soeharto saat turun dari tampuk kekuasaan 21 Mei 1998.
Tulisan tangan yang berparaf huruf S dan H itu dimuat blog http://yusril.ihzamahendra.com.
Kita kutipkan naskah ini mengingat almarhum Soeharto, mantan presiden RI kedua itu ternyata telah melengkapi jati dirinya sebagai manusia yang tak luput dari salah, apalagi sebagai pemimpin besar di zamannya. Ia meminta maaf dengan tulisan tangan di bawah naskah asli pemberhentiannya sebagai presiden 21 Mei 1998 lalu.
"Naskah asli pengunduran diri itu diserahkan kepada Arsip Nasional untuk disimpan di sana. Semua ini kami lakukan agar dokumen ini jangan sampai hilang seperti Naskah Supersemar tahun 1966. Hanya ada dua copy yang dibuat waktu itu, satu disimpan oleh Almarhum Pak Saadillah Mursyid, dan satunya saya simpan sebagai koleksi pribadi," tulis Yusril, mantan Menhuk HAM.
Terlepas dari tulisan yang bukan rahasia negara, tapi tak pernah dipublikasikan ini maka keadaannya menjadi menarik setelah menyaksikan prosesi pemakaman Pak Harto Senin 28 Januari 2008. Sebab, sejak 4 Januari 2008 dirawat di Rumahsakit Pertamina Pusat Jakarta, kemudian wafat 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB hingga pemakamannya, masyarakat begitu antusias memantau keadaan Pak Harto.
Kalangan Pers nyaris tak kenal lelah memburu beritanya, dan begitu meninggal, tidak saja beritanya menjadi headline semua koran di Indonesia, juga seperti berlomba menurunkan sejarah hidup perjalanan Soeharto hingga berpuluh-puluh halaman dalam sehari. Media massa elektronik malah berjam-jam menayangkan liputan sejak wafat hingga pemakamannya.
Yang lebih menarik justru begitu banyak masyarakat kecil yang datang melawat, dan membaca doa buat Pak Harto. Ini sebuah kata hati yang jelas tentang rasa kasih pada sesama secara tulus karena melawat dan berdoa merupakan amal yang dilakukan tulus tanpa pamrih. Padahal mereka sangat mungkin tidak tahu bahwa Pak Harto menorehkan tulisan tangan permintaan maaf sebagaimana arispnya Yusril Ihza Mahendra, yang ketika itu guru besar ilmu Tata Negara di Universitas Indonesia.
Kita menjadi yakin benar bahwa Pak Harto itu orang besar yang disayang rakyat. Namun yang lebih menggembirakan adalah bangsa ini pandai mikul dhuwur (menghormati dan menghargai orang) dan mendhem jero (memaafkan atau tidak mengusik keburukan orang). Jadi ada pula orang yang tega larane ora tega patine (tega sakitnya tidak tega matinya).
Kita juga tahu Pak Harto pernah mikul dhuwur mendhem jero kepada Bung Karno karena beliau tidak pernah memperkarakan Bung Karno meski dalam keadaan negara yang gawat akibat pemberoktakan PKI, Pak Harto 'mengamannkan' Presiden RI pertama itu dengan caranya. Yang jelas dua putra terbaik bangsa itu punya jiwa kebangsawanan patut kita ambil hikmahnya.
Sebagai mukminin, tiap muslim terdidik dan membudayakan diri memohonkan ampunan bagi semua muslim yang masih hidup maupun yang telah meninggal, terutama justru sehabis sholat. Ini berarti memaafkan pula Pak Harto. Maka untuk mendhem jero pun kita harus ada kepedulian untuk mikul dhuwur (pandai menghormat) karena kita semua pemimpin sekaligus kaum yang terhormat. *
Tanggal : 29 Jan 2008
Sumber : Harian Terbit
Senin, 28 Januari 2008
SOEHARTO PEMIMPIN DUNIA YANG PEDULI RAKYAT KECIL
Ambon, 27/1(ANTARA)- Mohammad Soeharto adalah pemimpin dunia yang kepeduliannya sangat tinggi terhadap nasib rakyat kecil sehingga perlu diteladani, kata mantan Ketua Alummi Penerima Beasiswa Supersemar Universitas Pattimura(Unpatti)
"Soeharto saat menjadi
Ruland yang saat ini menjadi Ketua Komisi A DPRD Maluku menegaskan, bukan karena dirinya menerima beasiswa Supersemar sehingga memberikan pernyataan ini, tetapi kenyataan memang dirasakan olehnya sebagai anak petani dari Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah.
Program beasiswa itu telah menelorkan ratusan ribu pejabat di
Soeharto mengawali tugasnya menjadi Presiden ketika Indoensia terpuruk dalam berbagai bidang. Namun, dalam kepemimpinan selama 32 tahun yang tidak terlepas dari berbagai kelemahan ternyata mampu mengatasi keterpurukkan ekonomi, SDM dan lainnya sehingga bisa "berbicara" di tingkat dunia.
Ruland mencontohkan, pemberian beasiswa Supersemar yang merupakan "invetasi SDM" sangat bermanfaat.
Uang yang diterima sebanyak Rp7.000-Rp8.000/bulan saat kuliah di Fakultas Hukum Unpatti Ambon sangatlah membantu dirinya untuk membeli buku-buku - menyelesaikan studi hingga menjadi Dosen di alamater tercinta. Bahkan, sempat menjadi pengacara sebelum beralih ke politik.
"Jasa-jasa Soeharto tidak bisa dipungkiri siapa pun warga
Ruland yang juga mantan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Maluku mengenang kesederhaan Soeharto saat dalam kapasitasnya sebagai Ketua Alumni Penerima Beasiswa Supersemar Unpatti Ambon bersama rekan-rekan lainnya dari tanah air diterima Soeharto di Bina Graha.
"Soeharto menyatakan - saya sama dengan kalian. Maksudnya Soeharto mengungkapkan ia berasal dari keluarga tergolong `orang kecil`, anak petani, anak nelayan dan anak guru,"tuturnya mengenang.
Ruland menyerukan bangsa
Senada dengan Ruland, Ketua DPRD Maluku, Richard Louhenapessy,SH, mengakui jasa-jasa Soeharto sebagai pemimpin dunia harus dipertimbangkan pemerintah maupun rakyat
"Pemerintah maupun rakyat
Khusus untuk kasus perdata mantan Presiden Soeharto, Richard mengemukakan, itu kewenangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kabinetnya untuk memutuskannya.
"Terpenting jasa-jasa dan pengorbananya selama menjadi Presiden tidak mubazir begitu saja dengan kelemahan yang berakibat terjerat kasus perdata,"demikian Richard Louhenapessy. (U.L005/K-JA/ABN1/B/M007) (T.L005/B/M007/M007) 27-01-2008 18:02:52 NNNN
MUI JABAR SERUKAN DOA KHUSUS BAGI SOEHARTO
Bandung, 27/1 (ANTARA)- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar, KH Hafidz Usman di Bandung, Minggu, menyerukan agar segenap umat Islam segera memanjatkan doa khusus, ataupun menggelar shalat ghaib bagi jenazah mantan Presiden Soeharto.
Menurut Hafidz, pihaknya akan segera melakukan konsolidasi, dan koordinasi terhadap seluruh pimpinan ormas Islam serta segenap muspida Jabar lainnya untuk menggelar doa khusus dimaksud.
Dikatakan, sudah selayaknya masyarakat
Mengenai penanganan kasus hukum terhadap almarhum Soeharto, menurut Hafidz, ia memandang masalah itu sebaiknya dibicarakan oleh pemerintah dengan pihak-pihak terkait lainnya.
"Sebagai manusia Soeharto memiliki keterkaitan karena berbagai hal yang pernah dilakukannya, sehingga anak cucunya harus menyelesaikan keterkaitan itu. Karena almarhum adalah seorang tokoh bangsa, maka proses penyelesaian keterkaitan itu harus diselesaikan pemerintah atas nama bangsa ini," katanya menjelaskan.
Ia menuturkan, sebaiknya pergelaran doa khusus bagi almarhum dilakukan secara berjamaah oleh semua komponen umat Islam di masjid.
Sementara itu, Ketua PW Nahdlatul Ulama (NU) Jabar saat dihubungi ANTARA, Dedi Wahidi mengatakan, secara pribadi dirinya mengimbau kepada seluruh nahdliyin untuk memanjatkan doa bagi perjalanan terakhir almarhum Soeharto.
"Soeharto itu
Segala sesuatunya harus dilakukan secara proporsional, jadi secara institusi pihak kami belum bisa mengomandokan nahdliyin Jabar lebih lanjut karena masih menunggu keputusan pengurus pusat, katanya. (PK-FN/B/M007) (T.PK-FN/B/M007/M007) 27-01-2008 17:54:11
Jumat, 25 Januari 2008
DUGAAN KORUPSI BUPATI SERUYAN DILAPORKAN KE KPK
SOEHARTO MEMBANGUN ATAU MERUSAK CITRA ISLAM OLEH UMAR SAID
Catatan A. Umar Said : HM Suharto membangun atau merusak citra Islam?
Hari ulang tahun mantan presiden Suharto yang ke-86, yang jatuh pada tanggal 8 Juni 2007, telah dirayakan di rumahnya di jalan Cendana, Jakarta, dengan cara-cara yang tidak seramai atau semeriah tahun-tahun sebelumnya. Walaupun ada mantan-mantan pejabat tinggi yang berdatangan, tetapi jumlahnya tidak sebanyak yang sudah-sudah. Tetapi karangan-karangan bunga masih banyak yang diterima.Dalam rangka peringatan hari ulang tahun Suharto ke-86 ini, yang patut mendapat perhatian dari kita semua adalah diterbitkannya buku yang berjudul "HM Suharto membangun citra Islam". Menurut berita Antara (8/7/07) dalam peluncuran buku tersebut, selain AM Fatwa, juga tampak hadir pejabat tinggi di masa kepemimpinan Soeharto, yaitu mantan menteri agama Tarmizi Taher.. Buku yang ditulis oleh Miftah H Yusufpati ini secara resmi diluncurkan sehari sebelum peringatan ulang tahun Suharto. Menurut Miftah : « Banyak perjuangan yang sudah dilakukan Soeharto terhadap Islam. Pak Harto terbukti telah menegakkan prinsip-prinsip ajaran Islam dan memperjuangkan toleransi beragama »Ketika membaca judul yang berbunyi « HM Suharto membangun citra Islam » dan kalimat bahwa « Pak Harto terbukti telah menegakkan prinsip-prinsip ajaran Islam » maka mungkin saja di antara kita ada yang tercengang, atau mungkin juga ada yang tertawa terkekeh-kekeh, atau, ada pula yang jengkel dan marah-marah. Sebab, mungkin saja, ada orang yang menganggapnya sebagai lelucon, atau sebagai bualan alias omong-kosong, atau bahkan sebagai hinaan yang amat besar kepada Islam.Dalam kaitan ini, tulisan ini mengajak para pembaca untuk merenungkan secara dalam-dalam apakah sebutan « HM Suharto membangun citra Islam » itu memang mengandung kebenaran, dan apakah sebutan itu akan mengangkat Islam, ataukah sebaliknya, malahan memperburuk atau merusak citra Islam. Sebab, terbitnya buku dengan judul yang demikian itu untuk memperingati hari ulangtahun Suharto mencerminkan bahwa di kalangan sebagian golongan Islam memang terdapat anggapan bahwa Suharto adalah tokoh pembangun citra Islam dan "penegak prinsip-prinsip ajaran Islam". Hal yang demikian ini adalah sangat serius sekali. Dan menyesatkan sekali ! Oleh karena itu, alangkah baiknya, kalau masalah ini dibicarakan dan ditelaah dengan teliti oleh para tokoh agama Islam di Indonesia, dan dijadikan bahan studi atau riset di universitas-universitas dan lembaga-lembaga ilmiah Islam. Singkatnya, masalah ini perlu sekali menjadi kajian secara luas oleh ummat Islam di Indonesia.Sebab, masalah apakah Suharto telah « membangun citra Islam » atau malahan merusak citra Islam, adalah masalah penting yang bisa dipakai untuk menilai berbagai politik rejim militer Orde Baru, dan juga untuk menelaah sikap berbagai golongan Islam terhadap Suharto dan Orde Baru. Sikap berbagai golongan Islam terhadap Suharto dan Orde Baru adalah satu hal yang mempunyai pengaruh penting dalam persoalan politik dan sosial di negara kita, yang buntutnya masih sama-sama kita saksikan sampai sekarang ini. Sebagai bahan-bahan untuk renungan bersama, maka di bawah berikut ini disajikan sejumlah pandangan mengenai masalah tersebut, yang dicoba dilihat dari berbagai sudut pandang :Apakah untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam ?Suharto memang pernah memberikan bantuan kepada sejumlah pesantren, memberikan sumbangan untuk membangun mesjid-mesjid, dan memberikan dana kepada sejumlah kyai-kyai dan para pemuka agama Islam. Suharto juga sering memberikan sedekah kepada anak-anak yatim piatu, atau memberi beasiswa kepada pelajar-pelajar.Tetapi, perlulah sama-sama kita renungkan dalam-dalam, apakah itu semua telah dilakukan Suharto oleh karena memang ingin melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan sungguh-sungguh dan secara tulus, ataukah karena sebab-sebab dan pertimbangan lainnya. Selama pemerintahan rejim militer Orde Baru, memang Suharto berusaha merangkul, menina-bobokkan, merekayasa, menggunakan, mensalahgunakan, bahkan menipu atau menjerumuskan sebagian golongan IslamSejauh mana atau sebesar apa, dan juga bagaimana saja cara-caranya Suharto telah "merangkul" dan "menggunakan" sebagian golongan Islam ini, barangkali berbagai kalangan Islam sendiri dapat menganalisanya atau menelitinya berdasarkan pengalaman-pengalaman pahit mereka masing-masing. Yang sudah jelas yalah adanya kebutuhan atau keharusan bagi Suharto (artinya rejim militer Orde Baru) untuk "merangkul" sebanyak mungkin golongan Islam, demi kelanggengan diktatur militernya, dan untuk melawan lawan-lawan politiknya.Merangkul golongan Islam untuk bersekutu dengan ASSeperti kita ketahui, stabilitas politik dan sosial telah dapat diciptakan rejim militer Orde Baru, dengan menggunakan tangan besi atau berbagai praktek otoriter, di samping merangkul, membujuk, menyiasati sebagian terbesar golongan Islam. Ada yang mengatakan bahwa Orde Baru telah berhasil « membeli » berbagai golongan Islam, dan menjadikan mereka sebagai pendukung berbagai politik rejim militer Suharto, yang dalam jangka lama adalah pro-Barat dan mengabdi kepada kepentingan politik AS. Dengan « merangkul » sebagian golongan Islam, Suharto dkk telah berhasil menjadikannya sebagai sekutu dan sekaligus "tunggangan" untuk menghancur-leburkan kekuatan politik Bung Karno beserta pendukung-pendukungnya yang terdiri dari golongan kiri (antara lain PKI), yang melawan kekuatan-kekuatan nekolim (neo-kolonialisme dan imperialisme). Untuk lebih jelas lagi : pada masa-masa yang panjang selama Orde Baru, sebagian golongan Islam telah berhasil dibawa atau digiring oleh Suharto untuk memihak nekolim (baca : AS) dalam menghancurkan kekuatan anti-imperialis yang digalang Bung Karno beserta pendukung-pendukungnya. Kalau dilihat dengan kaca-mata sekarang, dengan apa yang terjadi di Timur Tengah dan peran AS dalam berbagai masalah internasional dewasa ini (antara lain : masalah Israel-Palestina, masalah perang Irak, ancaman terhadap Iran) maka kelihatanlah dengan jelas bahwa Suharto dkk pada akhirnya -- atau pada dasarnya -- telah membawa golongan Islam di Indonesia pada jalan yang salah. Dengan kalimat lain, bisalah kiranya dikatakan bahwa Suharto bukanlah "pembangun citra Islam" yang baik.Golongan Islam yang paling banyak dirugikanSuharto telah melakukan penindasan besar-besaran , dan dalam jangka waktu yang lama pula, terhadap sebagian terbesar rakyat Indonesia, yang agamanya Islam. Memang, penindasan ini juga dilakukan terhadap semua golongan dalam masyarakat Indonesia. Tetapi yang diberangus suaranya, atau yang dirugikan kepentingannya, terutama adalah dari kalangan Islam. Ketika terjadi pelanggaran HAM secara besar-besaran (ingat: peristiwa pembunuhan tahun 65-66, peristiwa Lampung, peristiwa Tanjung Priok, peristiwa di Madura, peristiwa Trisakti, peristiwa Semanggi) bukanlah hanya orang-orang kiri yang menjadi korban, melainkan sebagian terbesar juga orang-orang yang beragama Islam. Dalam kaitan ini perlu diketahui oleh banyak orang (terutama oleh para pendukung Suharto) bahwa banyak sekali (untuk tidak mengatakan sebagian terbesar) di antara orang-orang yang ditahan selama puluhan tahun di penjara-penjara dan dibuang di Pulau Buru adalah orang-orang Muslim, yang rajin sembahyang, bahkan mungkin melebihi apa yang dikerjakan Suharto beserta anak-anaknya. Pertanggunganjawab Suharto atas kedholiman terhadap ratusan ribu orang-orang Muslim yang ditahan atau jutaan yang dibunuhi secara ganas dan sewenang-wenang adalah besar sekali. Karena itu amat tidak patutlah kiranya untuk menempelkan embel-embel merek "pembangun citra Islam" atau "penegak ajaran-ajaran Islam" kepada namanya, Haji Mohamad Suharto.Ketika Suharto (beserta anak-anaknya) menjadi maling-maling terbesar dalam sejarah Republik Indonesia, maka sebenarnya (atau pada hakekatnya) harta yang ditumpukkannya secara haram adalah milik rakyat, yang sebagian terbesar beragama Islam pula. Karena jumlah harta haram yang sudah dirampoknya dari rakyat dan negara adalah amat luar biasa besarnya (baca majalah Times 24 Mei 1999 dan tulisan George Aditjondro), maka dosanya terhadap ummat Islam di Indonesia juga amat luar biasa besarnya!Kalau menurut ajaran Islam tangan seorang pencuri bisa dipotong, maka hukuman apakah yang sepantasnya dijatuhkan kepada Suharto, yang sudah mencuri harta milik sebegitu banyak rakyat Indonesia ? Apakah segala perbuatannya yang begitu serakah dan begitu haram itu bisa dikategorikan sebagai "menegakkan prinsip-prinsip ajaran-ajaran Islam"?Dosanya lebih besar dari pada "amal"-nyaSuharto memang sudah memberikan dana kepada sejumlah pesantren, kepada berbagai organisasi (atau partai-partai) Islam, atau badan-badan sosial-ekonomi-kebudayaan Islam. Tetapi, mengingat bahwa uang yang sudah dicuri Suharto adalah begitu besarnya, maka dosanya adalah barangkali jutaan kali jauh lebih besar dari pada "amal"nya.Dan, apalagi, kalau kita ingat bahwa Suharto -- bagaimana pun juga! -- harus bertanggungjawab atas dibunuhnya sekitar 3 juta orang tidak bersalah yang dituduh atau dicap Komunis (padahal ternyata kemudian bahwa sebagian terbesar di antara mereka adalah orang-orang Muslim juga !!!), maka sulit sekali untuk menganggap bahwa Suharto adalah orang yang "membangun citra Islam" dan "menegakkan prinsip-prinsip ajaran Islam".Haji Mohammad Suharto, yang mempunyai tanggungjawab besar sekali terhadap terjadinya banyak pelanggaran HAM yang serius, yang menyebabkan ratusan ribu eks-tapol (yang sebagian besar terdiri orang-orang Muslim juga) sampai sekarang terlunta-lunta hidupnya, yang membikin macam-macam penderitaan berlarut-larut terhadap puluhan juta keluarga korban peristiwa 65 (juga sampai sekarang), sama sekali tidaklah pantas disebut "Pembangun citra Islam".Sebab, kalau Haji Mohamad Suharto tetap terus disanjung-sanjung oleh sebagian kalangan Islam sebagai "pembangun citra Islam" atau "penegak prinsip-prinsip ajaran Islam" maka orang dapat mengartikan bahwa Islam adalah agama yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Atau, bahwa korupsi atau pengumpulan uang haram adalah citra Islam, atau bahwa Islam membolehkan segala macam praktek-praktek nista yang sudah banyak dilakukan oleh Suharto beserta keluarganya selama ini.Suharto adalah perusak citra IslamDan lagi, karena Suharto sudah terkenal di Indonesia (dan juga di kalangan internasional) sebagai koruptor kaliber raksasa, yang jarang tandingannya di dunia, maka penamaan "Suharto pembangun citra Islam" adalah penamaan yang sungguh-sungguh merugikan sekali citra Islam. Karena, dengan begitu bisa saja diartikan bahwa citra koruptor besar adalah citra Islam. Jadi, kiranya, julukan yang paling tepat baginya justru adalah "Suharto perusak citra Islam".Di samping itu semuanya, kita bisa bersama-sama menilai apakah cara hidup dan kegiatan sehari-hari Suharto beserta keluarganya (antara lain : Tutut, Bambang, Sigit dan Tommy) di kompleks Cendana patut dinamakan "membangun citra Islam" dan "menegakkan prinsip-prinsip ajaran Islam ». Ketika sebagian terbesar rakyat Indonesia (yang kebanyakan terdiri dari orang-orang yang beragama Islam !!!) menderita sekali karena kemiskinan dan berbagai macam kesulitan atau kesusahan, Suharto dan keluarganya hidup mewah sekali dan foya-foya dengan uang najis yang diperolehnya dengan cara-cara haram. Sekarang makin banyak bukti-bukti bahwa Suharto adalah sampah bangsa, karena kejahatannya yang banyak dan besar-besar di bidang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan bidang HAM. Juga makin jelaslah bahwa Suharto adalah pengkhianat besar terhadap Bung Karno dan terhadap Republik Indonesia (ingat, antara lain Supersemar, dan pelecehan Pancasila). Jadi, kalau ada orang-orang dari golongan Islam yang masih tetap bersikukuh menjunjung tinggi Suharto dengan mengatakan bahwa ia adalah "pembangun citra Islam" walaupun mereka sudah mengetahui segala dosa dan aibnya (akibat berbagai kejahatannya di bidang politik, ekonomi, sosial, moral dan agama), maka bisalah dikatakan bahwa orang-orang yang demikian adalah orang-orang yang sesat imannya. Jelasnya, orang-orang semacam itu pada hakekatnya juga ikut merusak citra Islam !!!Paris, 12 Juni 2007.Tulisan ini juga disajikan dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak)